Apa masalah utama hewan kecil di Indonesia?
Dalam hal ini kucing dan anjing. overpopulasi.
Apa solusi terbaik untuk overpopulasi?
Steril.
Steril bersubsidi di manapun berada sering menjadi pro dan kontra di kalangan pemilik maupun dokter hewan. Ada masyarakat bersama dokter hewan yang peduli untuk mengadakan steril bersubsidi sehingga siapa saja bisa mensteril kucingnya maupun kucing liar di sekitar. Rumah Steril cuma salah satunya. Saya sendiri sudah mengenal steril bersubsidi sejak 2006. Saya masih ingat nama dokter tersebut.
Seiring waktu berjalan, kegiatan ini menyebar ke berbagai kota di Indonesia. Beberapa nama yang cukup populer seperti Meong Bandung, Steril Yuk. Rumah Steril sendiri baru muncul di tahun 2014. Niat sederhana ini tidak selalu mendapat tanggapan positif. Sisi kontranya, dari persatuan dokter hewan sendiri memiliki kekhawatiran bahwa steril bersubsidi dilakukan oleh bukan dokter hewan ataupun dilakukan tidak menurut Standar Operasional yang ditetapkan.
Bagaimana dengan peran pemerintah? Melalui Puskeswan tidak cukup kapasitasnya untuk mengadakan steril murah bagi orang-orang yang peduli dengan overpopulasi kucing. Seringkali orang harus menunggu sampai berbulan-bulan untuk mendapatkan giliran steril. Tentu kita tidak bisa selalu berharap pada pemerintah karena banyak beban yang harus ditanggung.
Bagaimana dengan membuat steril murah di klinik? Itu pun tidak mendapat dukungan karena ditetapkan harga minimal steril. Tujuannya mulia agar tidak merusak harga. Akhirnya masalah overpopulasi ini tidak pernah tuntas teratasi
Tekanan yang diterima membuat penyelenggara cenderung merahasiakan lokasi dan nama dokter hewan demi keselamatan dokter tersebut. Selama ini setiap kali ada tekanan yang datang, penyelenggara posko steril bersubsidi memilih diam. Ketika akhirnya berita tersebut muncul di media sosial, banyak pihak yang mengetahui. Ini lah yang terjadi di Posko Steril Stray Together Kranji Bekasi. Ketika pihak datang untuk menegakkan peraturan, di saat yang sama pemilik kucing di lokasi pun melakukan penolakan. Berita inipun dengan cepat menyebar di kalangan pemilik kucing biasa maupun di kalangan dokter hewan. Masing-masing kubu berang. Polisi yang hadir pun paham masalah ini diselesaikan secara kekeluargaan saja. Sayangnya regulasi masih belum jelas,
Okelah kesalahan Stray Together adalah menggunakan dokter hewan bukan dari Persatuan Dokter Hewan Indonesia Jawa Barat Lima. Kebetulan di saat yang bersamaan ada kasus kucing yang mati paska steril. Perihal kematian ini tidak bisa ditelusuri lebih lanjut karena pemilik menolak otopsi dan menolak memberikan alamat yang jelas karena sudah langsung melapor ke pihak dinas terkait hari Minggu tersebut ketika steril diadakan.
Namun kondisi tersebut menjadi seperti tercipta kubu ketika awal kedatangan PDHI Jabar 5 dengan tidak empatik hari Minggu jam 10 pagi. Peserta yang datang ketika itu pun menjadi merasa perlu melakukan perlawanan. Pihak PDHI Jabar 5 akhirnyapun bersedia tenang dan berbicara setelah malam hari. Dalam hal ini dokter Munawaroh yang menyampaikan bahwa PDHI Jabar 5 menerima penerimaan maaf dari Stray Together dan bukan itu saja dokter Munawaroh mewakili PDHI Jabar 5 menjanjikan:
akan mengadakan steril bersubsidi dengan lokasi dan dokter hewan ber-SIP sesuai standar yang ditetapkan. Ini tentu menjadi kabar baik untuk semua seperti buah manggis ada ekstraknya.
Ini sebuah kabar yang luar biasa untuk Bekasi. Lalu apakah PDHI Pusat sendiri pernah mengadakan kegiatan steril bersubsidi? Mungkin. Agak sulit mengetahui informasi ini karena website Persatuan Dokter Hewan Indonesia untuk level Nasional masih kosong.
Nah bagaimana dengan Depok? Saya yakin semangat membara dari PDHI Jabar 5 untuk mengadakan steril bersubsidi, akan tersebar juga di kalangan dokter hewan Depok. Sebenarnya saya pribadi bersedia tutup posko Rumah Steril dengan penuh sukacita jika ada solusi dari pihak Persatuan Dokter Hewan Indonesia di Depok. Setahu saya Depok masih bernaung di bawah PDHI Jabar 2 (Informasi ini saya dapatkan dari Twitter PDHI Jabar 2; website PDHI Jabar 2 sendiri diblokir Pemerintah Pusat terkena kebijakan internet sehat) Misalnya steril rutin dengan harga terjangkau yang diadakan bersama. Ini tentu juga membantu mengangkat promosi dokter hewan yang ada di Depok.
Sekedar gambaran:
- 90% kucing yang didaftarkan di Rumah Steril adalah kucing lokal yang dulunya hidup di jalan ataupun masih hidup di jalan.
- 90% pendaftar adalah pemilik pemula yang awalnya menolong kucing di jalan karena kasihan. Bukan pemilik hewan ras. Bagaimana dengan yang 10%? Mereka menampung kucing yang diabaikan pemilik sebelumnya
- 80% pendaftar adalah pemilik menengah bawah dengan pekerjaan sektor informal seperti pedagang pasar atau sopir taksi online. Cukup banyak mahasiswa yang juga akhirnya tergerak mensteril kucing di kampusnya sekalipun seringkali kucing-kucing tersebut dikarungin dan dibuang ke daerah pemukiman yang masih kosong seperti Jonggol
Angka ini selama 4 tahun berjalan bukanlah angka bombastis mengingat kami tidak rutin mengadakan steril setiap hari. Saya percaya dengan semangat dari PDHI Bekasi yang ada saat ini akan juga memacu tim dokter hewan Depok mengadakan hal yang serupa bukan cuma sebatas wacana. Selamat melaksanakan steril bersubsidi, selamat mengurus pendaftaran, selamat mengatasi overpopulasi dan Rumah Steril ataupun posko manapun yang ada bisa undur diri dan menjalani panggilan hidup yang lain 😉
Kalo mau daftar gimana ya
cari facebook steril yuk
Laila.jatsi@yahoo.co.id
Sy pny kucing sdh mau d buang teman tp sy ambil
Saya pengen daftar untuk steril kucing saya cantan…kasihan skrng sdh umur 4 th .klo birahi gak pulang.masa birahi lewat dia pulang dgnkondisi badan yg kusut kurus
bs email ke rumahsteril @ gmail . com ya
Saya ditambun.ada rumah steril kuving yg aman sebab 2×beranak.sedang saya ti ggal.diperumh takut ganggu teta gga sudah 6 kuving saya induknya mau steril.saya saya takut kuving pelihara buang ga tega dan tkt murka alloh karena sudah sayang.
[…] belum paham ya bahwa dokter hewan yang melakukan steril bersubsidi dapat mengalami perundungan? Di Bekasi pernah. Di Cirebon awal 2022 atau akhir 2021 juga pernah. Di Semarang juga […]